首页 > 娱乐
Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya
发布日期:2025-06-05 20:23:12
浏览次数:879
Warta Ekonomi,quickq官网入口登录 Jakarta -

Nasabah asuransi swasta di Indonesia harus bersiap menghadapi skema co-paymentsebesar 10% atas biaya pengobatan yang mulai diatur dalam regulasi baru, yakni Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 19 Mei 2025.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menyatakan bahwa kebijakan ini akan menjadi perubahan signifikan bagi mayoritas pemegang polis, terutama karena sebelumnya seluruh biaya ditanggung penuh oleh perusahaan asuransi.

Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya

Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya

“Saya tidak bilang bahwa co-paymenttidak memberatkan. Tapi tadi kan yang paling banyak didengar, co-paymentmemberatkan nih, dari tadinya tidak ikut nanggung klaim, sekarang jadi nanggung. Seharusnya preminya turun,” ujar Budi dalam konferensi pers AAJI, Rabu (4/6/2025).

Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya

Baca Juga: Tantangan Asuransi Kesehatan Terjawab Lewat SEOJK 7/2025, AAJI Perkuat Sinergi dengan OJK

Asuransi Tak Lagi Full Cover, Masyarakat Tanggung 10% Biaya

Dalam skema baru ini, nasabah akan menanggung 10% dari total biaya pengobatan, dengan batas maksimum pembayaran. Untuk layanan rawat jalan, beban maksimal yang ditanggung nasabah adalah Rp300.000 per kunjungan.

“Kalau rawat jalan biayanya Rp1 juta, paling banyak bayarnya Rp300 ribu. Kalau Rp5 juta, 10% kan Rp500 ribu. Sisanya dibayar oleh perusahaan asuransi,” jelas Budi.

Ia menjelaskan, saat ini sekitar 90–99% polis asuransi kesehatan belum menerapkan skema co-payment. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi yang masif baik secara internal maupun kepada masyarakat luas.

“Kedepannya kan harus diubah. Ini kan masalah sistemnya bagaimana. Masalah sosialisasi kami di internal, masalah sosialisasi kami kepada nasabah, ini semua pekerjaan besar,” tegasnya.

Budi menilai bahwa skema co-paymentdiperlukan untuk menahan laju kenaikan premi. Tanpa skema ini, lonjakan biaya kesehatan akan membuat premi terus naik dan menjadi beban tambahan yang tidak terjangkau oleh banyak pihak.

“Kalau biaya kesehatan mahal dan orang tidak punya proteksi, terpaksa makan tabungan. Rencana untuk menyekolahkan anak lebih jauh bisa terdampak. Lalu Indonesia Emas-nya bisa terdampak,” ujarnya.

Baca Juga: Asuransi Kesehatan Sekarat karena Inflasi Medis? Begini Respon AAJI Atas SEOJK 7/2025

Meski ada potensi keberatan dari masyarakat, Budi mengajak publik untuk memahami konteks lebih luas dari kebijakan ini, termasuk risiko jangka panjang jika premi terus naik tanpa pengendalian klaim.

“Kalau kita percaya bahwa apa yang terjadi belakangan ini memberatkan masyarakat, klaim naik. Klaim naik itu pasti memberatkan kami. Tapi at the end of the day, akan memberatkan masyarakat ketika harus membayar klaim ini,” katanya.

Ia berharap kebijakan ini dapat membuat premi asuransi lebih stabil dan tidak meningkat tajam pada saat perpanjangan polis.

“Dan hopefullyyang kedua, premi saat renewal-nya, juga kenaikannya bisa tidak setinggi yang saat ini,” tambahnya.

上一篇:Thailand Negara ASEAN Terbanyak Dikunjungi Turis pada 2023, Indonesia?
下一篇:PLN UIP JBT Raih Sertifikat Layak Operasi GI 150 kV Kanci, Siap Perkuat Listrik Cirebon
相关文章